Hari itu terik matahari menyinari jalan tol jakarta-anyer, hawa panas dari matahari terlihat sangat menyengat, tak ingin rasanya aku membuka jendela mobil pasti panas sekali.
Aku dan Gel (kekasihku) menuju perjalananku ke anyer, karena kami ada acara keluarga dan kami sangat bahagia karena dua hari lagi adalah hari yang paling kami nantikan, kami akan menikah. Rasanya kami ingin memutar waktu agar lebih cepat. Namun kebahagian itu…
“aku dan kamu.. selalu bersama.. lewati malam.. walau tanpa bintang..” ku dengar lagu itu dilantunkan oleh ayah dan anak dalam sebuah radio, aku dan Gel menyanyikannya sepanjang perjalanan, kami tertawa dan bercanda.
Aku : Kita banget ya lagunya..
Gel : kita?
Gel tertawa terbahak-bahak menatap wajahku yang langsung berubah kecut, kemudian Gel mengacak-acak rambutku.
Gel : bercanda sayang, iya..iya.. lagunya kita banget.. hehe
Kami bertatapan agak lama, sampai kami tidak sadar sebuah Truck berhenti mendadak didepan mobil Gel, Gel yang tersentak menoleh kedepan tak sempat menginjak rem dan mobil Gel menabrak truck itu, yang aku ingat itu adalah tabrakan beruntun karena mobil belakang juga menabrak mobil Gel dengan sangat keras, yang kuingat Gel sempat menggenggam tanganku sangat erat.
******
aku membuka mataku, aku melihat cahaya putih yang terlihat samar dan buram, aku mendengar suara-suara disekelilingku “matanya terbuka.. Vina sadar.. Vina sudah sadar” aku mengedarkan pandanganku, dan mamaku mendekatkan wajahnya dihadapanku, mama bilang : beliau senang aku telah sadar setelah satu minggu, aku memutar cepat ingatanku, kejadian satu minggu yang lalu, aku menaikan tangan kananku dan aku tidak melihat cincin perkawinan melingkar dijari manisku dan aku teringat akan Gel.
Aku bertanya pada mama : dimana Gel ma? Apa yang terjadi dengannya, namun tiba-tiba ruangan yang penuh dengan keharuan riang itu menjadi hening seketika, adikku Lala terdiam tanpa senyum, papa juga hanya menghela nafas, dan mama.. aku melihat mama menangis sambil bicara padaku “Gel belum sadarkan diri, karena mengalami benturan yang sangat keras pada bagian kepalanya”. Aku hanya terdiam saat itu, tubuhku masih terlalu lemas untuk bangun.
Waktu berlalu, dokter bilang keadaanku kini semakin membaik. Begitu aku boleh keluar dari ruanganku hanya ada satu tujuan, aku harus keruangan Gel, aku harus menemani calon suamiku.
****
kini aku sudah sangat sehat, aku setiap hari menemani Gel dirumah sakit, meskipun orang tua Gel berkata agar aku istirahat, tetapi aku tetap tak ingin istirahat. Selama ini aku bersama Gel bahkan sampai maut sempat menghabisi nyawa kami dan kami masih hidup sampai detik ini. Ini adalah kesempatan kedua untuk ku dan juga Gel yang diberikan pada tuhan, maka aku tak akan melewati kesempatan ini, sedetikpun aku tak ingin kehilangan Gel. Aku ingin selalu disampingnya sampai ia membuka matanya.
*minggu pertama :
aku menatap wajah Gel yang pucat, aku memainkan bulu matanya, menyentuh bibirnya, mengelus lembut pipinya, kucium kedua matanya lalu aku berbisik : “cepat sadar sayang” ku raih tangannya lalu kuciumi tangannya, tetapi tetap tak ada respon. Ini minggu pertama aku menjaganya tetapi ini minggu ke-4 Gel tak sadarkan diri, harapanku semakin menipis, aku takut kehilangan Gel.
*minggu ke-2 :
hari ini aku membersihkan rambut-ambut Gel yang tumbuh diarea dagu dan atas bibirnya, aku sangat berharap Gel masih terlihat tampan dan bersih walaupun ia masih terbaring tidak sadarkan diri. Setiap malam aku selalu berdo’a agar tuhan memberikannya keajaiban sampai akhirnya ia akan sadar secepat mungkin.
*minggu ke-3 :
ku dengar dokter telah mengabarkan keluarga Gel bahwa kondisi Gel berkembang membaik, Gel bisa segera sadar, tapi entah kapan itu tergantung dari Gel sendiri, namun beberapa kali aku melihat pergerakan jari Gel walaupun hanya bergerak pelan dan sedikit.
*minggu ke-4 :
aku masih menunggui Gel, ku gunting kuku kedua tangannya dan kuku kedua kakinya. Tak lama orangtua Gel masuk kedalam ruangan, mama Gel memelukku dengan erat dan papanya menyentuh kepalaku dengan sayang, mamanya memberitahu padaku bahwa dokter mengatakan ada kemungkinan akibat dari kecelakaan itu Gel akan lupa pada separuh ingatannya. Aku terdiam tegang mendengar berita itu, apa itu tandanya “Gel akan lupa pada ku?” namun aku tetap optimis, Gel mencintaiku, dia tak mungkin lupa denganku. Aku pamit sejenak pada orangtua Gel karena ada pekerjaan kantor yang sangat membutuhkan aku, ku bilang pada mereka bahwa aku tidak akan pergi lama, begitu urusanku selesai aku akan cepat kembali.
Entah mengapa selama perjalanan kekantor hatiku terasa sakit sekali, entah apa yang aku rasakan, prasangka buruk? Atau aku hanya terfikir oleh kata-kata mama Gel. Aku tetap berusaha bisa mengatasi perasaan itu, walaupun sebenarnya itu sangat berat bagiku.
Aku sudah sampai didepan kantorku, aku bekerja disebuah majalah besar, ideku sering dipakai untuk design – design majalah kami yang kini telah berjalan hingga 20 tahun. Saat masuk kedalam kantor semua orang menatapku dengan perasaan hangat, sama seperti hari biasanya, saat aku menghadiri meetingpun semua berjalan sangat lancar tapi mengapa hatiku tetap sedih?.
Setelah selesai meeting aku sempat membuat secangkir teh diruanganku, sebelum ku minum, handphoneku berbunyi “Mama Anna” : mamanya Gel menelfon aku? Aku segera mengangkatnya, Mama Anna mengabarkan bahwa Gel sudah siuman, sungguh aku sangat bahagia, tanpa memperdulikan apapun aku langsung berlari keluar ruanganku dan meninggalkan kantorku.
*****
sesampainya dirumah sakit aku berjalan cepat menuju ruangan Gel sambil berharap-harap cemas, tepat saat aku hendak masuk kedalam ruangan Mama Anna yang melihatku langsung keluar dari ruangan dan menghentikan langkahku, Mama Anna memelukku sambil menangis, aku masih terdiam tanpa mengucapkan apapun, entah apa yang harus aku lakukan. Mama Anna menenangkan dirinya lalu memulai bicara padaku.
Mama Anna : apa yang dibicarakan dokter benar terjadi na..
Vina : maksud mama?
Mama Ana : dia lupa akan ingatannya selama 8 tahun belakangan ini, bahkan dia tak ingat bahwa ia akan menikah.
Vina : Gel lupa sama Vina ma?
Mama Anna terdiam.
Vina : Gel lupa sama semua kenangannya bersama Vina ma?
Mama Anna : dia hanya ingat saat kalian bersahabat..
Mama Anna kembali memelukku, dan aku hanya terdiam dalam tangisku. Tak lama dari itu, Dokter keluar dari ruangan Gel disertai Papa Jimmy (papa Gel). Dokter menghentikan langkahnya dihadapan ku, mama Anna dan juga Papa Jimmy.
Dokter : tolong jangan berusaha untuk mengingatkan saudara Geldrino dengan ingatan yang tidak ia ingat karena itu akan membuat saudara Geldrino untuk berusaha mengingat dan jika itu terjadi maka saudara Geldrino akan semakin frustasi dengan ingatan-ingatan yang tidak bisa ia ingat. Pelan-pelan saja, karena kemungkinan kecil itu akan tetap ada.
Aku makin terhenyak. “kemungkinan kecil?” dan itu artinya kemungkinan besar Gel tidak akan mengingat kembali.
Mama Anna mengajak aku untuk kedalam ruangan Gel, Gel tersenyum padaku “Vin” aku terdiam saat itu fikirku “apa yang akan Gel ingat tentang aku?”
Gel : kamu ada disini?
Vina : iya, Gel kamu apa kabar?
Gel : lemas vin.
Ingin sekali rasanya aku memeluk Gel saat itu, menciumnya dan mendekapnya hangat, rasanya aku tak bisa menahan airmataku, aku hendak beranjak pergi tetapi Mama Anna cepat menahan tanganku, lalu menggenggam dengan erat. Aku menatap Gel yang masih terlihat seperti orang linglung, hanya sebatas kalimat itu yang keluar dari mulut Gel saat melihatku.
****
satu bulan sudah berlalu, Gel sudah kembali bekerja seperti sedia kala, namun tidak mengerjakan pekerjaan yang berat, karena ia bekerja di perusahaan milik keluarganya itu mempermudah pekerjaannya dalam kondisinya saat ini. Dan yang aku tahu selama Gel dirumah ia tidur dikamar tamu, karena sesuai kata dokter, Mama Anna tak ingin Gel melihat kenangan-kenangan kami didalam kamarnya, itupun atas persetujuanku.
Aku tetap menjalin persahabatanku dengan Gel, bahkan kadang Gel menghubungiku untuk sebatas bertemu, makan malam atau minum kopi. Kadang perasaanku tak dapat membohongi, hingga hari itu..
Aku makan malam bersama Gel, aku duduk disebelahnya, aku menatap wajah Gel yang tengah makan saat itu, dan entah mengapa tubuhku tergerak untuk memeluknya, aku mengangis sampai terisak, mungkin saat itu Gel bingung makanya Gel langsung membalas pelukanku dan berusaha menenangkan ku namun saat itu Gel pikir aku sedang ada masalah keluarga. Namun rasa rinduku sedikit terobati karena aku masih bisa merasakan hangat tubuhnya.
****
4 bulan begitu cepat berlalu, bagiku rasanya seperti 4 abad, dimana seharusnya aku dan Gel sudah menjadi keluarga dan tengah memikirkan anak, tetapi saat ini aku harus menghadapi suasana yang sangat pedih dalam hidupku, Gel datang kepadaku memperkenalkan kekasihnya. Rasanya aku terjatuh dari ketinggian langit paling tinggi dan tak ingin aku hidup lagi. “Gel, kau dan aku belum memutuskan hubungan” ingin rasanya aku teriak sekencang mungkin mengatakan kalimat itu tapi aku tidak mampu. Hanya satu orang yang bisa kuajak bicara saat itu, Mama Anna.
Mama Anna bicara padaku, bahwa ia telah tahu Gel telah jatuh cinta pada gadis lain, dan telah mengenalkannya pada Mama Anna dan juga Papa Jimmy, namun mereka tak bisa berbuat apa-apa, Mama Anna hanya bilang pada Gel untuk pikirkan lagi hubungan mereka. Sekarang aku tidak sedang putus asa, aku ingin melanggar dari pesan-pesan dokter karena ini sudah menyangkut perasaan dan hubungan kami.
****
Pagi hari saat Gel masuk kantor aku sudah menunggunya didepan kantor, aku hendak mengajaknya bicara, namun dirumahnya. Gel yang awalnya menolak akhinya mau mengikutiku.
Sesampainya dirumah Gel, aku mengajaknya naik kelantai atas, aku menarik Gel kedepan pintu kamarnya.
Gel : kenapa dengan kamar ini?
Vina : kamu tidak tau ini kamar siapa?
Gel : tidak.
Aku terdiam, aku rasa ini tidak berhasil membuatnya ingat, namun Gel tetap menatap pintu itu, Gel melangkah mundur dengan tetap menatap pintu itu. Lalu Gel kembali melangkah maju dan perlahan membuka pintu itu, Gel masuk kedalam kamar, aku menunggu Gel diluar, dengan pintu terbuka aku bisa melihat apa yang Gel lihat dan apa yang Gel sentuh.
Di meja depan tidurnya ada foto Gel dan aku (saat kami merayakan hari jadi kami yang ke 1 tahun) Gel menoleh menatapku bingung, lalu tepat disamping tempat tidur, ia melihat foto – foto kami saat aku dan Gel bermalam dilombok (terlihat Gel menggendongku dan aku tertawa melingkarkan tangan dilehernya) Gel kembali menoleh kearahku. Lalu Gel duduk sisi tempat tidur memandang sekeliling kamarnya. Gel memegang keningnya dan menyerngit, aku yang melihatnya tak tega, ku ajak Gel keluar dari kamar, aku takut terjadi apa-apa pada Gel.
Sejak itu Gel terlihat lebih diam, ia tak mengajakku bicara, Gel hanya memandangku dengan tatapan penuh pertanyaan.
Vina : apa yang ingin kau Tanya Gel?
Namun Gel tetap terdiam. Aku harap aku tak salah karena mengajaknya untuk mengingat apa yang telah terjadi antara kami.
****
Hari ini Gel mengajak aku bertemu, aku langsung cepat ke tempat dimana Gel mengajak kami bertemu, tebak apa? Gel mengajakku ketaman bermain sebuah komplek yang selalu kami datangi setiap malam selasa setiap bulan karena ditempat itu biasanya banyak sekali jajanan pasar dengan aneka kue yang enak-enak, tapi bedanya malam itu taman telihat sangat sepi. Aku melihat Gel sudah menungguku terduduk di bangku taman, aku berdiri tepat dihadapannya. Gel menatapku lalu berdiri, Gel memelukku sangat erat, “apakah Gel ingat padaku?” terbesit sekilas kalimat itu dalam benakku.
Gel melepas pelukannya.
Gel : maafkan aku Vina.
Vina : kenapa kamu minta maaf?
Gel : maaf atas apa yang telah aku perbuat padamu.
Aku bingung, aku tetap menatap Gel yang terus berbicara.
Gel : sering sekali terlintas dalam ingatanku, saat aku berjalan berdua denganmu, saat kita bersama, bersama keluargaku dan juga keluargamu, aku ingat vina.. aku ingat semua… aku ingat.. aku ingatt… aku dan kamu akan menikah sebelum kecelakaan itu terjadi!
Aku terkejut mendengar semua itu.
Vina : bagaimana kamu mengingatnya?
Gel : setelah kamu mengajak aku keluar dari kamar, setelah aku merasa kamu sudah benar-benar pulang aku kembali masuk kekamar, aku mencoba untuk mengingat semuanya.
Entah apa rasanya namun aku sangat bahagia, kupeluk erat Gel beriringan dengan airmata yang membasahi pipiku.
Namun Gel melepaskan pelukanku, Gel menatapku sangat dalam, hingga rasanya sampai merasuki hatiku.
Gel : aku takut tak bisa mengembalikan rasa cinta kita seperti dulu.
Vina : mengapa kau tak mencobanya?
Gel : karena aku milik Alia.
Sengatan kalimat itu membuat aku terdiam kaku tanpa gerakan.
Gel : maafkan aku.
Aku tak percaya Gel mengatakan semua itu, ternyata memang tak ada harapan bagiku. Aku berlari meninggalkan Gel sendiri ditaman itu.
Sepanjang perjalanan rasanya tak henti-hentinya aku menahan rasa sakit hatiku, hingga rasanya aku tak berdaya untuk melanjutkan perjalananku.
“7 tahun penuh cinta
7 tahun penuh bahagia
7 tahun selalu bersama
7 tahun selalu berbagi
Walau berujung tak menyenangkan bagiku kau adalah anugerah..
Walau aku tak pernah membayangkannya tetapi kau tetap pemilik hatiku..
Aku akan belajar tersenyum meski tanpa kau temani..
Aku akan belajar tertawa tanpa kau disampingku..
Aku akan belajar menerima keadaan dan aku akan selalu berdo’a untuk kebahagiaanmu..”
****
tiga hari sudah sampai kejadian itu berlalu, aku merasa sudah siap menghadapi hariku dengan memulai langkah baru. Namun baru sampai depan pagar, aku mendapati Alia berdiri didepan pagar rumahku, aku menjamu Alia dengan baik, tak ada rasa dendam dan menyuruhnya duduk dengan maksud bersahabat.
Alia memulai pembicaraannya :
Alia : aku menemuimu, bukan karena pacarnya Gel, dan bukan karena kehendak Gel, aku datang kesini atas kemauanku sendiri, tante Anna sudah bicara banyak padaku, dan Gel juga sudah bilang akan semua ingatannya bersamamu. Aku tau mungkin aku tidak pantas menggantikan posisimu tiba-tiba, karena aku tahu bahwa Gel masih sangat mencintaimu.
Vina : darimana kau tahu?
Alia : setiap kali dia bersamaku, kami jalan, kami makan, semua yang dibicarakan hanya kamu Vina, walaupun dia tak menyebut namamu, tapi dia bercerita bahwa ia pernah ketempat itu, dank au tahu? Dia tidak pernah menciumku karena setiap dia inginmelakukannya tiba-tiba dia menghindar. Dia juga tak pernah memelukku, karena sesaat dia memelukku, dia langsung melepaskan pelukan itu dan bersikap aneh.
Aku terdiam mendengar penjelasan Alia.
Alia : dan saat ini aku bilang padamu, jujur… apa yang aku rasakan pada Gel bukanlah cinta, tetapi rasa sayang yang tumbuh karena rasa kasihan.. aku ingin kau kembali pada Gel.
Aku terdiam, entah apa yang harus kukatakan, Alia begitu baik berkata sedemikian jujur kepadaku.
Alia : satu hal yang harus kamu tau, Gel sebenarnya adalah pasien aku. Aku psikolog, Gel meminta bantuan aku untuk mengartikan setiap bayangan dan ingatan yang dia ingat, jadi kemungkinan besar, Gel menganggap aku pacarnya karena seakan aku adalah kamu.
Vina : tetapi Gel tidak mengalami gangguan jiwa kan?
Alia tersenyum,
Alia : tentu tidak, justru aku membantu Gel untuk membuka ingatannya, dan Gel bisa mengingat kembali karena kemauannya yang begitu besar, untuk mengingat kamu.
Saat itu aku sangat merasa bersyukur, aku menoleh kearah pintu yang sedari tadi terlihat nampak bayangan seseorang dan Gel sudah didepan pintu rumahku, Gel menatapku.
Gel : Vina..
Aku menatap Gel haru, dan sekali lagi Gel berkata.
Gel : maafkan aku.
Aku tak mengeluarkan sepatah katapun, aku langsung memeluk Gel dengan erat.
Kami menikah setelah satu bulan kemudian, dan kini kami hidup bahagia dengan 2 orang putri dan 1 orang putra, tentunya dengan 4 cucu yang selalu menemani masa tua kami.
Walaupun Gel menderita Alzheimer (penyakit penurunan fungsi syaraf otak) aku tetap menemani Gel dan membantunya mengingat setiap kejadian demi kejadian melalui tulisan-tulisanku ini. tetapi Gel tetap mengulang-ngulang tingkah lakunya setiap kali ia lupa akan ingatannya.
untuk terkasih Gel,